Friday, December 30, 2011

Cinta ? Percayalah !



Ada yang mengatakan bahwa cinta kepada Tuhan adalah nomer satu dan cinta kepada orang tua adaah nomer dua. Jangan sampai cinta kepada pasangan mengalahkan cinta kepada Tuhan ataupun orang tua.


Saya setujuuu sekali dengan kalimat diatas. Tapi yang saya soroti dari kalimat tersebut, seolah-olah cinta terhadap pasangan itu adalah hal yang tidak serius. Sehingga dianggap skeptis dan musti diabaikan. Saya yakin cinta kepada Tuhan, Sang pemilik kehidupan haruslah nomer satu. Dan cinta kepada Orang Tua nomer dua, tapi saya dengan tegas mengatakan bahwa cinta terhadap pasangan adalah nomer tiga.


Karena dengan pasanganlah nantinya kita akan menyandarkan kehidupan kita, dengan pasanganlah kita akan menjadi perantara terciptanya kehidupan baru (anak), dengan pasanganlah kita bisa memberikan dan menciptakan cinta orang tua kepada anak kita kelak. Dengan pasanganlah kita akan menghabiskan sisa usia kita, dengan pasanganlah kita akan menciptakan pahala-pahala indah.


Kenapa dengan orang tua kita ? Orang tua kita juga adalah insan yang berPASANGAN. Kalau mereka tidak berpasangan, tidak ada diri kita, tidak juga ada CINTA tulus mereka ke kita. Apakah mereka berharap seumur hidup dijadikan fokus utama kehidupan kita ? Tidak ! Orang tua juga pasti pingin kita memiliki pasangan seumur hidup, memiliki kehidupan pribadi sendiri, dan memiliki keturunan sehingga kita bisa merasakan indahnya menjadi orang tua.


Jadi, pikirkanlah jika Cinta kita kepada pasangan adalah hal yang memang harus diperhitungkan. Perhitungkanlah dengan matang. Rasakan dengan hati. Jalani dengan tulus dan penuh Cinta. Percayalah ! Cinta Sejati sepasang kekasih itu ada dan bisa diciptakan kapan saja saat anda percaya dan yakin pada Cinta itu.. :)


Regards,
Gunggek Diah Setyarini

Wednesday, December 14, 2011

The Fate, The Destiny, The Hands of God

Takdir, sebuah kata yang sebenernya terkadang manusia masih belum bisa terima.
Takdir adalah suratan yang sudah dibawa dari lahir oleh setiap makhluk yang terlahir di dunia.
Tidak ada yang bisa merubah takdir. Sedikitpun tidak. Saya tidak setuju ada manusia yang bilang mereka bisa merubah takdir.
Yang benar menurut saya adalah, mereka bisa merubah nasib, tapi sekali lagi, bukan Takdir.


Lahir, Mati, Sehat, Sakit, Miskin, Kaya, memiliki sentuhan nasib dan takdir. Sentuhan nasibnya adalah saat kira berusaha sebaik-baiknya mensyukuri yang kita punya dan mengusahakan yang terbaik untuk kita dan lingkungan sekitar kita. Namun sentuhan takdirnya, tentu saja sudah kita bawa dar awal.


Pasrahkan saja semua misteri kehidupan ini kepada Sang Hyang Widhi, kepada Alam Semesta.. Karena semua ini justru menjadi warna kehidupan yang menarik.
Tanggapi dari sisi positif,
tetap beryukur, tetap semangat. ^_____^




Regards,
Gunggek Diah Setyarini

Wednesday, December 7, 2011

Dari Batur dengan Cinta..

Hi hi hi,, ketawa kecil dulu deh sebagai awalan postingan ini, soalnya judulnya itu lhooo.. :)

Baiklah, ini merupakan cerita kami (Saya Gunggek Diah dan kekasih saya, Budi Permadi) yang pada tanggal 30 Oktober lalu mendaki Gunung Batur, berdua. Ehm,, saya ulangi BERDUA, karena memang hanya saya dan Kak Budi, tanpa teman, apalagi pemandu.

Cerita ini diawali dari awal Juli 2011 dimana suatu hari, kami membeli beberapa peralatan mendaki (Kak Budi itu hobi banget mendaki dari SMA-Kuliah) untuk saya. Awalnya sich iseng aja, tapi lama-lama segudang juga yang kami beli (ehm, lebay) nggak segudang sich, tapi lumayan lengkap. Dome, carrier besar, alas tidur, sleeping bag, laser, sandal gunung, hingga topi, slayer dan sampai benar-benar perlengkapan kami sudah sangat komplit untuk pendakian / perkemahan standar (jangan bayangkan kemah di Cartenz Pyramid / tempat yang lebih ekstrim lainnya :)) Selain Kak Budi udah memiliki peralatan lainnya yang juga macho seperti kompor lapangan dan kompor gas lipat (NOTE THAT ! gimana cara ngelipet kompor gas ya ?), 1 set nesting, pisau lipat, kompas, senter, dan peralatan gunung lainnya.

Setelah semua dirasa lengkap, kami mulai mencari kesempatan yang bagus untuk mendaki. Kak Budi punya kepercayaan dan feeling yang sangat tajam tentang mendaki. Katanya, mendaki itu adalah kegiatan yang mencari kesenangan, jadi jangan dipaksakan jika ujung-ujungnya membawa kesengsaraan. Karena saya sempat memaksa ingin mendaki saat angin bertiup kencang., dan ia bersikeras tidak mau. Alhasil, tujuan kami mendaki baru kesampaian di akhir oktober. Tepatnya tanggal 30 Oktober.

Saya bukan tipikal orang yang berfeeling kuat, prinsip saya hanya percaya bahwa jika kita ingin dan fokus, kita bisa mendapatkannya. Setelah rencana disiapkan, hal yang bisa saya lakukan hanya percaya dan berharap bahwa pendakian ini benar-benar bisa terwujud. Karena sempat Ibunya Kak Budi melarang kami naik gunung, alasannya bukan karena kami berencana hanya naik berdua, melainkan karena di Pura Ulundanu Batur baru saja menyelesaikan Odalan. Kontan saya cemas, saya takut jika kami tidak bisa naik tanggal itu. Namun Kak Budi hanya berkata, kita bisa naik sayang. Pasti bisa.

Keesokan harinya dengan modal nekat dan seluruh perlengkapan di jok belakang mobil, kami berangkat menuju Batur. Waktu menunjukkan pukul 05.30 dan kami sempat sarapan di KFC Sanur untuk mengisi perut sebelum naik nanti.
KFC Sanur

Ternyata, kepercayaan saya kembali diuji. Ketika di perjalanan, kami baru menginjak tampaksiring, tiba-tiba hujan lebat mengguyur. Tuhan, apakah saya masih bisa mendaki Batur ? Hanya kalimat itu yang terngiang di pikiran saya yang tidak karuan. Kak Budi pun hanya berkata, kalau nanti masih hujan, tunggu reda dulu, baru kita naik. Sayapun tenggelam dalam doa dan pikiran saya. Saya hanya ingin mendaki Batur Tuhan, hanya itu.
Tuhan pun memberkati, sesampainya saya di Pura Ulundanu Batur, ternyata rangkaian 'karya' di Pura tersebut telah usai dan saya bisa mendaki. Terlebih, hujan hanya turun sangat tipis. Saya pun bersemangat dan berkata pada diri saya, saya pasti bisa mendaki Gunung Batur hari ini.

Pendakian pun dipersiapkan dengan diawali persembahyangan di Pura Ulundanu Batur, kemudian di Pura Jati yang terletak di kompleks starting point tempat kami akan mengawali pendakian.
Kejadian lain pun terjadi di Pura Jati, setelah kami bersembahyang di Pura tersebut, tiba-tiba saya tersandung dan nyaris jatuh. Oke, untung baru nyaris, tapi naas, kaki kiri saya terluka dan berdarah.
Tuhan, saya masih ingin mendaki. Kalimat itu kembali terngiang. Akhirnya Kak Budi mencarikan saya plester dan saya pun membersihkan luka tersebut dan membalutnya dengan seksama supaya nanti saat mendaki tidak terkena pasir.


Baiklah, kami pasangan Super Nekat ini siap mendaki Batur. Sebelum berangkat, kami membawa payung. Niat awal buat jaga-jaga kalo hujan, supaya bisa jongkok dibawah payung. Tapi kemudian, sang payung pun berubah fungsi menjadi tongkat. Setelah melapor dan mengatakan bahwa Kak Budi sudah hafal trek di Batur, kami berangkat. 8.50 wita waktu kaki Gunung Batur.
Lets GO !
Yuhuuu
 Perjalanan kami dihiasi dengan jeprat-jepret foto.. Karena kami santai dan nggak terburu-buru (Sunrise udah nongol daritadi) jadinya kami bener-bener menikmati setiap momen perjalanan kami.
The Cemara Bombs.. :)

Cemara Bombs adalah permainan Kak Budi ketika mendaki Batur. Di Batur banyak bertebaran biji


Payung aka Tongkat :)

Cheers,, even its still long way to go.. :)

Perjalanan kami lakukan perlahan-lahan. Kemudian kami sampai si sebuah Tugu, dan kami pun menghaturkan canang dan bersembahyang sejenak. Memohon kepada Sang Gunung agar perjalanan kami lancar hingga puncak dan kembalinya nanti.
Jangan percaya gambar ! Treknya ngga serem gini koq.. :)

Di Suatu ketinggian :)

Reunion with the track :)

Tau siapa kameramennya ? Sang Gunung !

An Apple and A Smile ! Such a great couple..

What a sexy face, Budi.. :)

Batur memang menyimpan pesona yang tak akan pernah kami lupakan. Ini pendakian kedua saya ke Batur, pertama kali saya mendaki Sang Gunung adalah saat saya masih SMA kelas 2 tahun 2006. Sedangkan Kak Budi, mungkin ini adalah pertemuan dengan 'kawan lama' nya. Saat SMA-Kuliah, sudah belasan kali ia mendaki Sang Gunung. This is such a rendezvous for us.. :)
Karena kami hanya berdua, kami percayakan pada Sang Gunung yang memotret, he he he. Maksudnya, kami letakkan kameranya di salah satu bagian Gunung, lalu mengatur timer dan blitz ! Got te photo.. :)

Finallyyy,, kami sampai di kaldera.. disini kami bercerita-cerita sama seorang ibu yang jaga warung. Dia bener2 sendirian diatas, maksud saya yaa sendiri. Karena saat saya sampai kaldera, hanya ada 3 manusia disana. Saya, Kak Budi, dan Ibu penjaga warung.
Trus kami makan SARIMIE yang nggak tau jaman kapan saya terakhir kali makan. Ternyata mienya ENAKKK banget.. Entah karena si Ibu penjual nambahin bawang dan beberapa bahan lain, atau karena makannya diatas gunung pas capek.

Warung Sarimie\


SESSION FINALE nya adalah of course Puncak Gunung.
Sebenernya saya setuju banget dengan kalimat, Puncak Gunung adalah tujuan, tapi yang paling dikenang justru selama perjalanannya.
Puncak Gunungnya indaaaaaaah banget,, tapi justru karena perjalanan menuju puncak gunungnya yang musti nanjak banget ituu, yang bikin Puncak Batur menjadi lebih indah.


Sedikit pesan saat mendaki batur adalah, bawalah hawa positif dan pikiran positif saat mendaki. Karena itu bisa meringankan beban mendaki.

Salam Sayang dari Gunung Batur,

Budi & Gunggek